Alat pendidikan berhubungan erat dengan metode pendidikan. Bahkan metode-metode pendidikan tertentu menggunakan alat-alat pendidikan tertentu pula. dan seperti metode pendidikan, alat-alat pendidikan juga tak dapat dipisahkan satu dari yang lain . Bahkan antara satu dengan yang lain saling melengkapi. Di dalam “jajaran” Ilmu Pendidikan, ilmu alat pendidikan merupakan Ilmu Pendidikan praktis, karena membicarakan langsung praktek-praktek pendidikan, baik di dalam keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Objek Ilmu Alat Pendidikan adalah berbagai macam situasi atau kondisi, baik yang bersifat material maupun non material, yang dipergunakan di dalam melaksanakan pendidikan, di dalam keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Sedang tujuan Ilmu Alat Pendidikan ialah membahas “alat yang seharusnya dipergunakan dalam situasi atau kondisi pendidikan tertentu, agar pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan memperoleh hasil yang maksimal.
Apa yang dimaksud dengan alat pendidikan? Alat pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai situasi dan kondisi, tingkah laku dan perbuatan, tindakan dan perlakuan yang diadakan atau dilaksanakan dengan sengaja, berencana, dan yang langsung ataupun tidak langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan pengertian seperti itu, maka kita bisa membedakan dua macam alat pendidikan, yaitu (1) alat pendidikan yang bersifat material dan (2) alat pendidikan yang bersifat non material.
Alat Pendidikan yang Bersifat Material
Ini sering disebut alat atau media pengajaran kalau di sekolah, misalnya buku-buku, gambar-gambar, alat-alat permainan, alat-alat peraga, alat-alat laboratorium, dan segala macam alat perlengkapan yang diperlukan dalam menunjang kelancaran proses pendidikan dan pengajaran. Alat pendidikan yang bersifat material ini telah dikembangkan dan dimasukkan menjadi bagian yang mutlak dalam sistem pendidikan oleh tokoh-tokoh aliran psikologis dalam pendidikan, seperti misalnya Johan Heinrich Pestalozzi (Zurich 1726-1827)
Alat Pendidikan yang Bersifat Non Material
Yang dimaksud di sini adalah alat-alat pendidikan yang tidak bersifat kebendaan, melainkan sebala macam keadaan dan atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang diadakan atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam melaksanakan pendidikan. Alat pendidikan yang bersifat non material dapat dibedakan:
- Alat pendidikan yang bersifat menunjukkan dan mengarahkan, misalnya contoh, nasihat, bimbingan, saran, dorongan, harapan, ajakan, perintah, peraturan (tata tertib yang mengharuskan), hadiah dan sebagainya.
- Alat pendidikan yang bersifat mencegah dan membatasi, misalnya larangan, peraturan-peraturan yang bersifat melarang atau mencegah, pembatasan, peringatan, hukuman, dan sebagainya.
Di atas telah disebutkan bahwa ajaran tentang alat-alat pendidikan termasuk di dalam Ilmu Mendidik Praktis. Ada 4 macam pokok di dalam ajaran tentang alat-alat pendidikan, yaitu:
- Tujuan apa yang hendak dicapai dengan alat-alat ini.
- Alat-alat yang mana/bagaimana yang cocok.
- Siapa yang akan menggunakan alat-alat itu.
- Pada siapa alat-alat itu akan diterapkan.
Alat pendidikan yang dipilih harus sesuai dan menunjang pencapaian tujuan yang dimaksud. Misalnya tujuannya hendak menyadarkan anak agar “betah” belajar di rumah dibuat yang senyaman-nyamannya dengan fasilitas yang memadai (lampu, meja, kursi, rak buku). Atau anak diingatkan apakah ada PR dari sekolah dan sebagainya.
Tentang alat pendidikan mana yang cocok ini tergantung pada tujuan apa yang hendak dicapai dan pada siapa alat pendidikan itu akan dikenakan. Pedomannya ialah penggunaan setiap alat pendidikan hedanya efisien dan efektif. Kalau alat yang “kecil” atau “ringan” sudah efektif mengapa harus dipakai alat yang “besar” atau “berat” sehingga memberatkan dan membahayakan anak. Misalnya, kalau tujuannya ingin sudapa anak bangun pagi dan anak itu anak yang patuh dan perasa (misalnya anak perempuan) cukuplah dipanggil namanya sekali saja, tak usah berkali atau digedor-gedor pintunya.
Mengenai siapa orangnya yang akan menggunakan sesuatu alat pendidiakn maka pertama-tama ia harus tahu benar apa tujuan yang hendak dicapai, dan akahirnya harus pandai-pandai memilih alat pendidikan yang mana yang dimaksud. Kecuali itu orang yang akan menggunakan alat itu harus memperhatikan waktu, tempat, situasi dan kondisi yang ada. Jadi misalnya, kalau orang tidak tahu bagaimana cara menghukum yang pas kepada anak yang memecahkan kaca, jangan mengenakan hukuman. Salah-salah menyinggung perasaan anak, menyebabkan anak putus asa, dendam dan sebagainya. Lebih baik diberi nasihat saja atau peringatan, yang penting anaknya sadar dan tidak mengulang lagi perbuatan yang sama (memecahkan kaca).
Proses yang diharapkan terjadi dan dihayati anak ialah bahwa sesudah anak mendapat perlakuan atau tindakan-tindakan dengan sesuatu alat penddiikan itu akan merasakan pengaruh dan akibatnya, misalnya menyenangkan, mendorong, mengingatkan, dan sebagainya, atau mungkin sebaliknya yaitu anak merasa susah mungkin menderita, menyesal, dan sebagainya. Sesudah penghayatan tersebut lalu timbul proses berikutnya yaitu perenungan dan mawas diri (instrosfeksi dan koreksi diri sendiri) pada diri anak. Anak akan mengingat-ingat dan menimbang-nimbang baik buruk segala sikap dan perbuatan yang dilakukan pada masa-masa lalu atau yang baru saja dikerjakan. Proses ini menghasilkan pengenalan dan pengakuan terhadap diri sendiri, terhadap sikap dan segala perbuatannya. Akhirnya anak mengerti dan menyadari akan segala kelebihan dan kekurangannya, kebaikan dan keburukannya, “kebodohan” dan kemampuannya, dan sebagainya. Pengenalan, pengertian dan kesadaran pada diri sendiri inilah yang akan menjadi “batu loncatan” anak menuju ke tingkat yang lebih baik dan lebih maju. Inilah tujuan dari penggunaan alat pendidikan.
Ada satu hal yang perlu mendapat perhatian para orang tua, guru dan pendidik pada umumnya, yaitu hendaknya tidak menggunakan banyak alat pendidikan sekaligus. Penggunaan banyak alat pendidikan sekaligus atau polyprogmesi ada kemungkinan akan mengakibatkan kelelahan jiwa, patisme (sikap acuh tak acuh) atau sebaliknya yaitu membandel dan melawan. Kalau demikian maka alat pendidikan telah kehilangan keampuhan dan efektivitasnya, alhasil tujuan pendidikan yang dimaksud tak tercapai.
Berikut akan dibahas salah satu alat pendidikan yang sangat populer yaitu hukuman. Alat pendidikan ini cukup dikenal oleh setiap orang bahwa dapat dikatakan bahwa hampir setiap orang pernah melakukan hukuman dan pernah pula merasakan hukuman. Bukan rahasia lagi nampaknya memang ada kecenderungan pada hampir setiap orang untuk melaksanakan hukuman, setidaknya "mengancam" akan "menghukum" . Disadari atau tidak ini adalah salah satu bentuk manifestasi rasa superior dan perasaan berkuasa dari pendidik.
Sesungguhnya hukuman tidak perlu digunakan. Alat pendidikan ini terlalu "keras" dan berbahaya. Secara psikologis alat ini merupakan "batu loncatan" yang terlalu jauh, sehingga bisa menyebabkan anak "terpeleset" tak sampai pada tujuan, apalagi kalau terlalu berat, akan sangat menderita. Malu, sedih, sakit hati, kecewa, mungkin dendam, dan sebagainya bercampur menjadi satu. Ia bisa putus asa, patah hati, dan apatis. Oleh karena itulah hukuman merupakan alat pendidikan yang "terakhir" atau hanya dipakai jika betul-betul diperlukan, dan itupun dengan syarat-syarat tertentu dan harus dilakukan dengan seadil-adilnya. Hukuman badan sama sekali tidak dibenarkan.
Ada dua teori dalam pelaksanaan hukuman, yaitu :
- Punitur, quia peccatum est, artinya hukuman dilaksanakan karena telah diperbuat kesalahan
- Punitur, na peccetur, artinya hukuman dilaksanakan, agar tidak diperbuat kesalahan
Dua teori di atas mempunyai tujuan yang kualitatif berbeda. yang pertama bersifat menindak (curatif) dan yang kedua bersifat mencegah (preventif). Dari segi pendidikan, usaha pencegahan adalah lebih cocok karena sejalan dengan upaya pendidikan. Oleh karena itu dari teori yang kedua itu, yaitu yang bersifat preventif, dijabarkan dalam beberapa teori lagi:
- Teori memperbaiki. Hukuman dimaksudkan untuk memperbaiki orang yang membuat kesalahan, agar berbuat lebih baik lagi.
- Teori pengamanan. Hukuman dilakukan dengan maksud untuk melindungi orang lain atau masyarakat dari perbuatan jahat, agar degan jalan demikian ketentraman hidup dapat dinikmati.
- Teori "bayar denda". Hukuman dimaksudkan sebagai "denda" atas perbuatan seseorang yang merugikan orang lain, agar dengan demikian orang tidak akan lagi berbuat semaunya.
- Teori menjerakan. Pemberian hukuman dimaksudkan agar orang yang telah berbuat salah, kemudian dihukum, ia lalu menjadi jera, yaitu agar tidak lagi mengulang perbuatannya yang tidak baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar