Kamis, 09 Desember 2010

BAKUL JAMU GENDONG

Kerasnya kehidupan yang harus dijalani membuat orang harus bekerja. Pekerjaan yang dijalankan bermacam-macam. Dari pekerjaan kasar sampai pekerjaan yang hanya mengandalkan kekuatan pikiran saja. Dari pekerjaan yang berpenghasilan rendah sampai pekerjaan yang berpenghasilan tinggi. Intinya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bagi masing-masing orang berbeda-beda.

Bakul jamu gendong. Sebuah pekerjaan yang dipandang sebelah mata oleh orang yang melihatnya. Profesi ini menjadi sumber penghasilan bagi seorang ibu yang berjualan jamu di terminal bus Ubung. Tak sengaja aku melihatnya menggelar dagangannya di antara para penumpang dan kru bus yang menunggu di bangsal terminal. Dentingan sendok dengan gelas berpadu oleh riuhnya obrolan para pembeli dan bakul jamu.

Segelas jamu yang diseduh, ditambah dengan dua telur ayam kampung telah memberikan penghasilan yang membuat sang ibu tersenyum. Senyum kebahagiaan yang terpancar dari bibirnya yang  bergincu tebal. Canda gurau dengan pembeli mengisyaratkan bahwa sang bakul jamu tak merasa risih berjualan.
Alangkah kuat mental bakul jamu itu, pikirku. Kalau aku menjadi seperti dia, belum tentu aku dapat melakukannya.

Senyum dan tawa bakul jamu membuatku menerawang jauh. Mataku tak berkedip memikirkan diri. Dengan lembaran ratusan ribu yang kuperoleh tiap aku gajian, kenapa aku belum bisa tersenyum lebar seperti bakul jamu tadi yang hanya memperoleh beberapa lembar uang ribuan? Di sela-sela ia berjualan datang lagi tukang kredit yang menagih hutang dan mencatat pembayaran hutang sang ibu. "Susah sekali ya mencari namaku?" Ibu itu berkelakar saat si tukang kredit mencari nama si bakul jamu dalam buku kreditnya tapi tak kunjung jua ketemu.

Aku berpikir lagi... Si bakul jamu punya hutang.. Tertawa lepas... Aku punya hutang kenapa tidak bisa tertawa lepas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar